Sengitnya kontestasi kepemimpinan nasional antara Jokowi dan Prabowo terasa sampai ke akar rumput. Lebih dari 5 tahun, publik seperti tersekat pada dua kubu yang berbeda. Ketegangannya merambat tidak hanya di level politik nasional. Di level daerah, Pilkada DKI Jakarta dan Pilkada Jawa Barat menjadi bukti bahwa friksi pendukung keduanya sangatlah keras.
Kesediaan Prabowo menjadi bagian dari pemerintahan Joko Widodo bagi banyak orang sangat sulit diterima oleh akal, apalagi ego. Banyak yang mendukung dengan memahaminya sebagai bukti kebesaran jiwa sosok mantan Danjen Kopasus itu, tapi tidak sedikit juga yang belum bisa memahami –apalagi menerima– langkah politik yang tidak biasa ini.
Lantas, apa sebenarnya yang membuat Prabowo Subianto bersedia membantu Joko Widodo mengelola pemerintahan, khusus di sektor pertahanan?
Sumber Redaksi S8 telah menemukan jawabannya. Jawaban tersebut ternyata telah disampaikan oleh Prabowo secara tersirat, tapi sangat jelas, yaitu pada saat Rapimnas Partai Gerindra tanggal 16 Oktober 2019. Satu pekan sebelum Beliau dilantik menjadi Menteri Pertahanan.
Dalam pidatonya, Prabowo mengisahkan perjalanan 3 tokoh besar dunia dari 3 negara yang juga (kemudian menjadi) besar, yaitu Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok.
(1). Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu
Toyotomi Hideyoshi adalah seorang pemimpin pasukan besar di Jepang pada masanya dan Tokugawa Ieyasu adalah salah satu musuh besarnya dengan kekuatan prajurit yang tidak kalah tangguh plus jumbo.
Prabowo bercerita, satu hari sebelum bertempur, Hideyoshi dengan 70 ribu pasukan di belakangnya mengirim utusan khusus ke Ieyasu untuk meminta bertemu. Dalam pertemuan tersebut, Hideyoshi mengutarakan gagasannya daripada bertarung, kenapa tidak bersekutu saja.
“(Yang mulia) Ieyasu, pasukan Anda hebat-hebat, kuat-kuat. Begitupun pasukan saya, jumlahnya tidak kalah banyak. Tapi, yang mulia… kalau besok kita jadi bertempur, di antara kita pasti akan ada yang kalah dan ada yang menang. Akan ada banyak prajurit kita yang berguguran. Akan banyak orang tua Nippon yang kehilangan anaknya. Anda cinta Nippon, saja juga cinta Nippon, kenapa kita tidak bekerjasama dan bersatu saja? demi cinta kita terhadap Nippon.”
Akhirnya kedua pasukan besar yang bertikai ini bersekutu dan membawa kemajuan yang hasilnya bisa dinikmati bersama dan oleh segenap rakyat.
(2). Abraham Lincoln dan William Seward
Suatu ketika Abraham Lincoln menyatakan ingin bertemu dengan Seward di kongres parlemen Amerika Serikat. Seward menolak bertemu, bahkan mengatakan “kasih tahu monyet itu suruh pulang” kepada sekretarisnya hingga umpatan tersebut terdengar oleh Lincoln sendiri.
Bertahun-tahun berlalu, mereka terus bertarung sengit di arena politik hingga Lincoln akhirnya terpilih menjadi presiden Amerika Serikat.
Setelah memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 6 November 1980. Hal pertama yang dilakukan oleh Lincoln ternyata meminta Seward menjadi Scretary of State. Seward kaget, karena selama ini dia ibarat rival abadinya Lincoln.
“Kenapa Anda pilih saya? saya kan tidak suka sama Anda,” tanya Seward sebagaimana diceritakan Prabowo
“O! saya tahu, Anda tidak suka sama saya dan saya tidak suka sama Anda. Tapi saya tahu, Anda cinta United State of America. Dan saya, cinta United State of America. Kenapa kita tidak kerjasama demi United State of America,” Lanjut Prabowo berkisah.
Prabowo tertegun membaca kisah tersebut.
“Inilah kenapa Amerika jadi negara besar, kenapa Jepang jadi negara kuat” ungkap Prabowo dalam benaknya.
(3). Mao Tse-tung, Mantan Musuhnya (Zhang Lam?) dan Deng Xiaoping
Selanjutnya Prabowo berkisah tentang Mao Tse-tung yang menang melawan Jepang dan Kuomintang. Dua hari sebelum mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, Mao memanggil beberapa orang untuk menjadi Wakil Presiden. Salah satu yang dipanggil adalah seorang tokoh sekaligus jenderal yang pernah menjadi lawannya.
Orang yang pernah memimpin operasi dan membunuh puluhan ribu pasukan Mao Tse-tung itu kaget dengan permintaan Mao Tse-tung untuk menjadi wakil presiden.
“Kenapa Anda pilih saya? Anda tahu, dulu saya pernah pimpin operasi dimana puluhan ribu anak buahmu saya bunuh.”
“Tidak! tidak! Jangan lihat ke belakang! Lihat ke depan. Kita bangun RRT ke depan” Jawab Ma Tse-tung dikisahkan Prabowo.
Lalu ada juga Deng Xiaoping, tiga kali dipecat oleh Mao Tse-tung. Anaknya diilempar dari balkon dan cacat seumur hidup. Ketika Mao Tse-tung meninggal, Deng Xiaoping melanjutkan kepemimpinan Mao dan peran-peran, jejak, serta eksistensi Mao tetap dipeliharanya, bahkan hingga hari ini.
Dari ketiga kisah tersebut, Prabowo mengajak kader-kadernya untuk belajar dari negara-negara yang kini menjadi besar. Agar Indonesia juga bisa menjadi negara besar.
Prabowo Mengaplikasikannya
Dari keputusannya bersedia menjadi Menteri Pertahanan, bisa dilihat bahwa Prabowo sedang mempraktikan dan menunjukan besarnya jiwa kenegarawanan beliau.
Riwayat sejarah yang pernah terjadi di Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok, kini sedang terjadi di Indonesia. Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo, Prabowo berhasil mengalahkan dirinya sendiri.
Dari keputusan politik keduanya, kita melihat arah Indonesia sedang menuju ke visi yang lebih besar melalui sinergi politik dengan dasar sama-sama cinta terhadap Indonesia. (S8-Red/Wes)
(Kata Prabowo , 23-10-2019 Jam 17.20)