Tingginya angka kasus bullying atau penindasan/perundungan di lingkungan sekolah oleh sesama siswa bahkan guru terhadap siswa dan sebaliknya turut menjadi perhatian Komunitas Siaga Bencana (Kogana) Sumatera Utara.
Kogana Sumut memandang maraknya kasus bullying tersebut sebagai suatu bencana sosial yang patut disikapi serius dan diambil jalan keluar untuk pencegahan dan penanggulangannya.
Untuk itu, Kogana Sumut mengadakan acara Focus Group Discussion (FGD) dengan thema Peran Guru Sebagai Fasilitator Pencegahan Bullying yang diadakan di Cafe L'Tropico Jalan Sei Batanghari Medan, Sabtu (16/9/2023).
Pembina Kogana Sumut Benny Yudi Purnama mewakili pengurus dalam sambutan awalnya mengatakan, kasus bullying mencuat dalam perbincangan di internal Kogana.
"Kami ingin, ada pemikiran dari pihak-pihak sehingga kita semua bisa merumuskan satu bentuk program untuk upaya pencegahan dan penanggulangan bullying," kata Benny.
Dalam paparan awal, psikolog Dr Sri Rahmadhani mengklaim, perilaku perundungan bisa terjadi berawal dari pola asuh orang tua yang terlalu permisif.
"Banyak orang tua, karena terlalu menyayangi anaknya maka bertindak terlalu melindungi dan membiarkan anaknya melakukan kesalahan. Lebih-lebih membiarkan anak menjadi karakter yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar," katanya.
Di sisi lain, ada juga orangtua yang bersikap otoriter, bukannya mengambil cara mengentuh hati anaknya.
"Akibatnya banyak terjadi, anak jadi bandal, ikut-ikutan genk balap liar serta muncullah karakter anak pembully, hobi melihat kekerasan atau orang yang dianiaya. Bahkan senang jika saat mengikuti balap liar melihat orang jatuh hingga kepalanya pecah," paparnya.
Contoh di atas adalah kasus yang pernah dia tangani sebagai psikolog.
"Maka orang tua harus mawas diri, serta mengondisikan mental dan moral anaknya bahkan harus sejak kecil," imbuh Rahmadhani.
Controlling guru terutama guru BK,,menurutmya, juga berperan untuk merangkul anak didiknya.
Prof Ridha Dharmajaya, pendidik dan juga pemerhati masalah sosial, mengungkap satu kondisi terkini yang diistilahkannya sebagai persepsi realitas yg berubah.
Penggagas Gerakan Gadget Sehat ini menunjuk salah satunya game online sebagai pengubah persepsi anak-anak masa kini.
"Maka tak heran, ada peristiwa seorang anak memukul, memijak temannya, lalu dia bersikap biasa saja bahkan melakukan selebrasi seperti Cristiano Ronaldo mencetak gol. Karena di game online, korban yang dibegitukan bangkit lagi, maka muncullah persepsi seperti itu," paparnya.
Maka dari itu, orang tua harus bisa bersikap bijak mengontrol anaknya dalam menggunakan gadget.
"Ada ibu yang punya anak kecanduan gadget, walau belum separah cerita tadi, tapi memutuskan berhenti bekerja, spending time, menghabiskan waktu bersama anak. Itu suatu pengorbanan yang harus dipilih," ujar Ridha.
Sedangkan Marjoko, aktivis dari lembaga Pusaka Indonesia membahas soal perlindungan hukum terhadap anak-anak atau siswa yang jadi korban bullying.
"Itu harus dilakukan. Perlindungan terhadap anak harus dilakukan orang tua, sekolah, masyarakat dan pemerimtah," sambungnya.
Pihaknya siap bekerjasama melakuksn aksi-aksi sosialisasi atau pembinaan ke sekolah-sekolah.
Senada dikatakan Nurlela, pendidik yang mantan Kepala SMK 14.
"Mari sama-sama kita bersinergi memperbaiki kondisi buruk ini. Memang butuh waktu lama, tidak cukup waktu satu atau dua tahun, tapi pelan-pelan kita perbaiki," tuturnya.
Nurlela menceritakan kisahnya mengadopsi Gerakan Sekolah Menyenangkan yang berhasil dilakukan di Yogyakarta lalu dia bawa ke Medan tahun 2020.
Dia yakin ini bisa diterapkan di daerah ini dan bisa menjadi pilot project Kogana Sumut berkolaborasi dengan stakeholder lain.
Benny Yudi Purnama, didampingi Direktur Eksekutif Zainul Thahar mengatakan, usai FGD ini Kogana Sumut akan melakukan langkah-langkah untuk membuat pilot project program dalam rangka pencegahan dan penanggulangan bullying ini di lingkup sekolah. (Red/ril)