SUMATERA UTARA, MEDIAMITRAPOL.COM - Entah apa yang ada dalam benak penyidik Polda Sumut yang menghentikan laporan dari ketua DPW Solmet Sumut, Dedy Mauritz Simanjuntak. Solmet atau yang lebih dikenal dengan Solidaritas Merah Putih adalah salah satu organisasi relawan kepercayaan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Sylver Matutina.
Sejak 2015 Dedy telah melaporkan penguasaan lahan tanpa hak yang terletak ditengah kota Medan (Jl.Sei Belutu Medan) ke Polda Sumut, menyampaikan LP Pertama atas nama Dedy M Simanjuntak MA, dengan Nomor: STTLP/1286/X/2015/SPKT 'I', POLDA SUMATERA UTARA. Namun oleh Polda dilimpahkan justru ke Polrestabes Medan.
Oleh Polrestabes, sepertinya kasus ini dipendam selama 7 (tujuh) tahun dan setelah Dedy melakukan berbagai upaya, mulai dari melakukan unjuk rasa hingga melaporkan secara langsung ke Wassidik Mabes Polri di Jakarta, akhirnya Polrestabes Medan menetapkan satu terlapor sebagai tersangka. Dan untuk terlapor lain kasus nya dihentikan karena di tahun ketiga sejak dilaporkan, ia (terlapor.red) meninggal dunia.
“Inilah kesalahan polisi, kalau dikerjakan dengan benar mungkin kasus ini sudah selesai jauh sebelum terlapor meninggal dunia.”, kata Dedy
Berdasarkan kejadian itu, Dedy melaporkan W yang sekarang menguasai lahan tersebut dan mempergunakannya sebagai tempat usaha rumah kost, mendatangi SPKT Polrestabes Medan guna membuat LP atas nama Dedy M Simanjuntak MA, untuk laporan yang ke-2, dengan Nomor: STTLP/B/1311/IV/2022/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA. Setelah laporan juga terasa 'mandek', akhirnya dalam satu kesempatan pertemuan dengan Kapolda Irjen Panca Putra Simanjuntak, Dedy menyampaikan keluhannya terkait lambatnya penanganan kasus yang ia laporkan. Akhirnya Irjen Panca meminta kasus ini ditarik ke Polda.
Kapolda Sumut, saat itu berpendapat bahwa laporan yang lama sudah cukup untuk didalami dan tidak perlu membuat laporan baru, namun Dedy berpendapat harus ada yang bertanggungjawab dalam laporan pidana, sebab terlapor sebelumnya telah meninggal dunia.
Namun Tak berapa lama kemudian Irjen Panca Simanjuntak pindah tugas dan penydik AKP Enand Daulay dan Aiptu Erdiaman Damanik diduga menutup kasus ini dengan alasan bukan tindak pidana.
Dedy mengaku sangat kecewa dengan kinerja aparat kepolisian tersebut. “Saya memilih jalur pidana untuk menyelesaikan kasus ini dan polisi harus menghormati pilihan tersebut”, kata Dedy.
Objek yang diduga dikuasai tanpa hak |
Sejak kapan ada orang menguasai lahan milik orang lain dan membisniskannya namun polisi menyatakan bahwa itu bukan perbuatan pidana. Dedy heran dengan keputusan penyidik Polda Sumut bisa berbeda dengan Polrestabes dalam menangani kasus ini, bukan menemukan titik terang tapi malah membuat semakin tidak jelas dan tanpa kepastian hukum.
“Penyidik telah mengakui dengan terus terang bahwa mereka yakin tanah yang dikuasai itu milik kami, tapi tindakan tetangga yang mengusai lahan tersebut disebut bukan tindak pidana,
Saya telah melaporkan masalah ini ke Kompolnas RI dan Ombudsman RI Perwakilan Sumut," tegas Dedy.
Ombudsman menyarankan untuk melaporkan ke Propam Poldasu, dan Kompolnas meminta agar Poldasu memberi klarifikasi dalam waktu yang tidak lama.
Dedy mengingatkan bahwa predikat Poldasu sebagai Polda terbaik se Indonesia versi Kompolnas. “Tapi justru saya sering menemukan kasus seperti yang saya alami ini di Poldasu," herannya.
"Beberapa tahun belakangan ini, saya mendampingi kasus-kasus masyarakat yang juga diduga ditutup secara sepihak oleh penyidik dan membuat mereka merasa di dzolimi. Setelah kita ajukan keberatan akhirnya kasus dibuka kembali”, kata Dedy.
“ Sedih kita hidup di negara Indonesia tercinta ini, 9 tahun menunggu bukan dapat jawaban malah kasus ini ditutup, entah sampai kapan kinerja kepolisian ini alami perubahan, Saya selaku relawan Jokowi di Sumatera Utara, meminta agar Kapolri memberi atensi untuk pembenahan institusinya,' pungkas Dedy.(Red/Tim)